Pope sedang menangani John Benson, seorang pasien dengan kecanduan smartphone tingkat parah yang sudah kehilangan pekerjaan dan kekasihnya gara-gara perangkat pintar itu.
Benson, pria asal Blackpool, Inggris, mengaku tak sadar bahwa smartphone tengah "menghancurkan" hidupnya.
"Saya awalnya merasa biasa saja," ujar Benson dalam wawancara dengan BBC Radio 5, seperti dikutip oleh VR-Zone. "Saya membeli sebuah smartphone lalu bermain game dengannya. Saya juga bisa mengunduh aplikasi dan musik, lalu mendengarnya di mana saja. Saya kira itu tidak membuat kecanduan."
Benson semakin sering menghabiskan waktu dengan smartphone miliknya. Dia mengunduh ribuan aplikasi dan musik. Kadang beberapa aplikasi diunduh sekaligus karena tak sabar menunggu proses hingga selesai.
Kemudian masalah Benson bertambah gawat. Dia mulai berhenti makan, tak mandi dan bercukur, dan banyak berdiam di rumah. Saking sibuknya dengan smartphone, rumah Benson sempat mau dibobol maling, tetapi dia memilih untuk tak acuh.
Selama tiga setengah tahun memiliki smartphone, Benson menghabiskan uang 10.000 poundsterling atau sekitar Rp 151 juta untuk membeli aplikasi dan lain sebagainya.
Sadar akan efek adiktif smartphone, Benson sempat mencoba mengenyahkan perangkat elektronik itu dengan menghancurkannya.
Namun, upaya tersebut diakui tidak berhasil karena dia kemudian malah membeli smartphone baru. Alasannya, Benson merasa lebih baik dengan smartphone di tangan. Menurut dia, tangannya bakal berkeringat kalau tidak menggenggam ponsel pintar.
Pope, sang psikoterapis yang menangani Benson, menyebut smartphone sebagai "silent killer" karena bisa sangat adiktif di tangan orang-orang yang condong mengalami kecanduan, terlebih lagi karena perangkat ini dijual bebas di pasaran.
Fenomena kecanduan smartphone, lanjut Pope, lebih banyak ditemukan di kalangan remaja dan anak-anak. Meski kasusnya sedikit berbeda, beberapa lalu seorang balita asal Inggris juga pernah dilaporkan mengalami kecanduan iPad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar