Robo-fly ini dibuat dari serat karbon, beratnya kurang dari satu gram dan memiliki otot elektronik super cepat sebagai penggerak sayapnya.
Dr Kevin Ma dari Universitas Harvard dan timnya, yang dipimpin oleh Dr Robert Wood, mengatakan mereka telah membuat robot terbang terkecil di dunia.
Robot ini memiliki kelincahan terbang seperti lalat, yang memungkinkan untuk menghindari usaha paling cepat manusia untuk memukulnya.
Hal ini karena pergerakan sayap yang sangat cepat. Seperti layaknya lalat sungguhan, sayap tipis dan fleksibel robot ini bergetar sekitar 120 kali per detik.
Dengan terus-menerus menyesuaikan efek dari daya angkat dan dorong yang bekerja pada tubuhnya pada kecepatan yang sangat tinggi, sayap pada serangga (dan robot) memungkinkannya untuk bisa terbang dan melakukan manuver mengelak secara mendadak.
Kecepatan sayap ini dapat dicapai dengan menggunakan zat khusus yaitu bahan piezoelektrik yang berkontraksi setiap kali ada tegangan.
Para ilmuwan mampu membuat bahan ini bekerja seperti seperti otot-otot kecil yang membuat sayap lalat bergerak sangat cepat.
"Kami merancangnya agar bisa berkontraki dan relaksasi seperti otot biologis," kata Dr Ma, seperti dikutip BBC, Jumat (3/5).
Tujuan awal dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana sistem penerbangan serangga, bukan untuk membuat sebuah robot yang berguna.
Namun demikian ia menambahkan bahwa robot ini dapat memiliki banyak kegunaan, misalnya dalam operasi penyelamatan.
"Kita bisa membayangkan robot ini digunakan untuk operasi pencarian dan penyelamatan korban manusia di bawah reruntuhan bangunan atau (dalam) lingkungan yang berbahaya," katanya.
"Mereka (bisa) digunakan untuk pemantauan lingkungan, disebarkan ke alam untuk mendeteksi jejak bahan kimia atau faktor lainnya."
Dr Ma bahkan menyatakan bahwa robot ini bisa juga berperilaku seperti layaknya serangga asli dan membantu penyerbukan tanaman.
Model Robo-fly saat ini masih memerlukan sumber tenaga off-board, tetapi Dr Ma menyatakan akan mengembangkan teknologi untuk membuat robot terbang yang sepenuhnya nirkabel.
"Butuh beberapa tahun lagi sebelum terjadinya integrasi penuh," katanya.
"Sampai saat itu tiba, proyek penelitian ini akan terus menjadi perkerjaan yang sangat menarik karena mirip dengan serangga alami.
Ini menunjukkan seberapa jauh pencapaian kecerdikan rekayasa manusia untuk meniru sistem alam."
Dr Jon Dyhr, seorang ahli biologi dari Universitas Washington yang juga mempelajari serangga terbang, mengatakan robot terbang ini adalah sebuah "prestasi yang mengesankan dari teknik rekayasa."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar